Ketika Doa Menyatukan Kami di Penghujung Tahun

Ada hal yang tidak pernah diceritakan siapa pun sebelum kita mengalaminya sendiri: betapa heningnya pertengkaran tanpa suara dalam sebuah keluarga. Tidak ada teriakan, tapi hatinya bising. Tidak ada air mata yang jatuh, tapi dadanya sesak. Kita tinggal di rumah yang sama, tetapi jarak emosional bisa terasa seperti ribuan kilometer.Begitulah keadaan kami sepanjang tahun itu. Semua berjalan seperti biasa, tapi tidak benar-benar baik-baik saja. Ayah terlalu sibuk dengan pekerjaan, ibu menyimpan lelah seorang diri, anak-anak tenggelam dalam kesibukan sekolah dan dunia digitalnya. Tidak ada konflik besar tapi tidak ada pelukan juga. Keluarga kami tidak rusak, hanya… tidak utuh.Sampai Desember datang. Seharusnya penuh kehangatan, penuh persiapan akhir tahun, penuh tawa. Tapi justru momen itu mempertegas jarak di antara kami. Ketika semua orang membicarakan rencana liburan, rumah kami justru terasa canggung. Tidak ada yang tahu ke mana harus pergi, atau bahkan apakah ada keinginan untuk pergi bersama.Sampai ibu akhirnya bicara, suaranya pelan tapi menusuk:
“Kita sudah melewati tahun yang berat. Tidak bisakah kita melewati akhir tahun dengan hal yang berarti?”
Kalimat itu menghentikan bola dunia kami. Dan entah mengapa, akhir tahun tiba-tiba tampak seperti kesempatan terakhir untuk memperbaiki sesuatu yang mulai retak.Kami duduk bersama untuk merancang rencana liburan keluarga sesuatu yang sudah lama tidak kami lakukan. Banyak ide muncul: pantai, gunung, taman hiburan, staycation, bahkan perjalanan ke luar negeri. Tapi apa pun destinasinya, ada satu jeda panjang yang sulit dipungkiri: tidak ada yang terasa cukup untuk menyembuhkan jarak yang tumbuh sepanjang tahun.Kami tidak hanya butuh liburan. Kami butuh kedekatan. Kami butuh momen yang mempertemukan hati kami lagi.Lalu sesuatu terjadi, sederhana tapi menggetarkan. Kami menonton video keluarga lain yang sedang berdoa bersama di Tanah Suci. Tidak ada satu pun dari kami berbicara, tapi tiba-tiba semua mata berkaca-kaca. Mungkin Tuhan menemukan celah di hati kami untuk mulai menyentuhnya.Pencarian informasi mulai masuk satu per satu. Dan dari begitu banyak pilihan, ada satu yang terasa menyatukan semuanya akhir tahun ternyata menjadi salah satu waktu paling ideal bagi keluarga untuk melakukan umroh desember, karena waktunya berbarengan dengan liburan sekolah dan cuaca di Tanah Suci yang sedang sejuk dan nyaman.Kalimat “mungkin ini saatnya kita sembuh bersama” tidak benar-benar keluar dari mulut siapa pun, tapi semua orang merasakannya.Hari-hari menuju keberangkatan terasa seperti bab baru dalam hidup. Rumah tiba-tiba punya percakapan lagi. Anak-anak membantu ibu menyiapkan keperluan, ayah sering pulang lebih cepat. Kami mulai tertawa lebih sering. Bukan karena perjalanan itu sudah dimulai… tapi karena harapan sudah menyala.Dan ketika hari itu tiba hari kami menginjakkan kaki di Tanah Suci tidak ada satu pun dari kami yang bisa menahan air mata. Bukan karena sedih… tapi karena ada bagian dari hati kami yang selama ini tertutup, tiba-tiba berhasil dibuka.Di sana, ayah memeluk anaknya dengan cara yang tidak pernah kami lihat lagi sejak mereka kecil. Ibu menggenggam tangan suaminya lebih lama dari biasanya. Aku melihat kami sebagai keluarga yang selama ini hanya terluka oleh kesibukan, bukan oleh kurangnya cinta.Doa-doa yang selama ini dipendam akhirnya terucap. Luka-luka yang selama ini ditahan akhirnya sembuh. Kami saling mendoakan bukan satu per satu, tapi sebagai satu kesatuan.Perjalanan itu bukan sekadar perjalanan spiritual. Itu adalah perjalanan pulang ke hati masing-masing, ke cinta yang dulu hilang arah, ke keluarga yang hampir lupa bagaimana caranya menjadi dekat.Setelah pulang, hidup tidak menjadi sempurna. Tapi hubungan kami menjadi nyata. Ayah tidak lagi tenggelam dalam pekerjaan setiap hari. Ibu tidak lagi memikul semua sendirian. Anak-anak tidak lagi terkurung di dunia digitalnya. Kami belajar menyapa lagi. Menyimak lagi. Mencintai lagi.Sampai suatu malam, dalam percakapan kecil sebelum tidur, ayah berkata:
“Kalau perjalanan itu bisa memperbaiki kita tahun ini… kenapa tidak kita rencanakan lagi untuk beberapa tahun ke depan? Biar cinta ini terus kuat.”
Sejak saat itu kami pelan-pelan menabung dan merencanakan kemungkinan perjalanan religi keluarga jangka panjang. Dan ternyata memang banyak keluarga sudah memilih untuk mempersiapkan umroh desember 2026 agar semua bisa tersusun matang, mulai dari cuti kerja sampai kesiapan anak sekolah dan finansial keluarga.Kami belum tahu seperti apa hidup kami beberapa tahun ke depan. Tapi kami tahu satu hal dengan pasti: keluarga ini pernah hampir terpisah karena kesibukan… dan dipersatukan kembali karena sebuah perjalanan.Desember tahun itu menyelamatkan kami.Dan kami tidak akan pernah mengabaikan kebersamaan lagi.